Loka Karya Perencanaan dan Penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang Berpusat pada peserta didik

TEKNIK FASILITASI  PARTISIPATIF

A.  Materi Pembelajaran

       1.  Pengertian Fasilitasi

 Fasilitasi berasal dari kata facil yang bermakna memudahkan. Teknik fasilitasi berarti cara untuk membuat mudah suatu proses. Orang yang melakukan fasilitasi disebut sebagai fasilitator.

Fasilitator mendorong peserta untuk percaya diri dalam menyampaikan pengalaman dan pikirannya, mengajak peserta dominan untuk mendengarkan. Tugas fasilitator adalah merencanakan, membimbing, dan mengelola kelompok atau kelas dalam suatu acara serta memastikan tujuan tercapai secara efektif dengan partisipasi peserta yang memadai. Fasilitator memperkenalkan teknik-teknik komunikasi untuk mendorong partisipasi. Fasilitator menggunakan media yang cocok dengan kebutuhan peserta dan membantu proses belajar/komunikasi menjadi lebih efektif. Fasilitator memperkenalkan teknik-teknik komunikasi untuk mendorong partisipasi. Fasilitator menggunakan media yang cocok dengan kebutuhan peserta dan membantu proses belajar atau komunikasi menjadi lebih efektif. Peran fasilitator ini harus dikurangi secara bertahap dan diserahkan kepada peserta. Dengan membatasi waktu dari fasilitator, proses pembelajaran bisa diambil alih oleh peserta sehingga pembelajaran bisa berjalan sebagai inisiatif sendiri.

 

2.  Sikap Fasilitator

Sikap-sikap yang harus dimiliki oleh seorang fasilitator meliputi:

  1. Empati

Ikut merasakan dan menghargai pengalaman dan perasaan peserta. Tidak meremehkan peserta dengan hadir sepenuh hati dan sepenuh tubuh.  

  1. Peka terhadap situasi pertemuan

Mengetahui kapan peserta merasa bersemangat, bosan, mengantuk, tahu kapan harus bicara, berhenti dan bertanya.  

  1. Tidak hanya memikirkan target penyampaian materi (hasil), melainkan proses belajar para peserta.
  2. Percaya diri

Fasilitator yakin mampu mengajak peserta belajar bersama. Tidak malu meskipun harus berhadapan dengan peserta yang berbeda usia, kelas sosial, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.

  1. Jujur, terbuka, apa adanya saat merespon peserta
  2. Tidak menunjukkan sikap dibuat-buat atau berpura-pura.
  3. Ramah, semangat, dan luwes Mampu membuat suasana hangat, akrab, dan peserta merasa diperhatikan.
  4. Hormat terhadap peserta secara sederajat
  5. Menghargai pengetahuan, pengalaman, tradisi dan kepercayaan yang dianut peserta.
  6. Tidak menonjolkan diri sendiri, menggurui, atau merasa paling ahli
  7. Tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan.
  8. Obyektif

Obyektif adalah sikap untuk berada pada posisi netral atau tidak memihak.

 

3. Fasilitator yang baik

        Menjadi fasilitator itu tidak mudah karena harus mampu untuk memberi kemudahan dalam segenap proses kegiatan. Berikut ini beberapa tips untuk menjadi fasilitator yang baik, meliputi:

  1. Menjaga kelompok tetap fokus pada tujuan dan proses.
  2. Tetap obyektif.
  3. Membantu kelompok menentukan arah yang akan ditempuh dan mencapai tujuannya.
  4. Lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.
  5. Dapat menyesuaikan dengan gaya belajar yang berbeda-beda.
  6. Sensitif terhadap gender dan budaya.
  7. Mendorong semua orang berpartisipasi. Setiap orang berpartisipasi dengan cara yang berlainan. Ada yang hanya berbicara dalam kelompok kecil, tetapi tetap berpartisipasi, nmun yang lain mungkin banyak bicara tetapi sedikit kontribusi.
  8. Membantu kelompok mentaati waktu.
  9. Memberi semangat atau membuat kelompok rileks sesuai kebutuhan.
  10. Sewaktu-waktu menyimpulkan yang terjadi dalam pertemuan dan membantu kelompok mengaitkan satu sesi dengan sesi lainnya.

 

Seorang fasilitator harus mewaspadai hal-hal berikut ini:

  1. Waspada terhadap tanda-tanda kebingungan peserta. Peserta saling bertanya pada orang di sebelahnya, wajah bingung atau frustasi dan sikap menolak, dan sebagainya).
  2. Biarkan kelompok bekerja sendiri, jangan melakukan pekerjaan kelompok.
  3. Berkeliling dari kelompok ke kelompok; tetapi jangan menjadi bagian dari satu kelompok saja karena anda akan mempengaruhi kelompok itu.
  4. Berikan waktu pada setiap kelompok memahami tugas yang diberikan dan konsep-konsep pendukungnya.
  5. Bahas kembali bagian-bagian pertemuan yang membingungkan kalau ada peserta yang kelihatannya mengalami kesulitan.
  6. Jangan menganggap diri anda seorang ahli. Ingatkan kelompok dan diri sendiri bahwa anda adalah fasilitator. Penting selalu diingat akan keahlian dan pengalaman yang peserta miliki. Biasakan melibatkan audien/peserta dengan mengajukan pertanyaan pada peserta lain, misalnya: “Pertanyaan bagus, dari Ibu Ari. Bagaimana menurut Ibu Citra?”; “Pertanyaan yang bagus. Apa ada yang mau menanggapi?
  7. Sering-seringlah bertanya: “Apakah ada pertanyaan?”
  8. Bersikap fleksibel dan gunakan penilaian anda sendiri tentang perhatian, energi dan pemahaman kelompok kemudian sesuaikan dengan waktu seperlunya. Perubahan tidak berarti rencana yang buruk, tetapi anda mendengar, menyimak dan menyesuaikan rencana dengan situasi.
  9. Jangan lupa waktu istirahat 15-20 menit. Kondisi ini perlu menjadi perhatian agar peserta enjoy dan tidak kelelahan dalam megikuti kegiatan.

Seorang fasilitator harus mampu mengenai dan memahami apabila ada resistensi/penolakan dari peserta agar dapat mengelola pertemuan dengan baik.

 

Resistensi itu dapat dikenali dari:

  1. Ketika kelompok yang difasilitasi sangat lamban dalam mengikuti proses atau mencapai kesepakatan, atau bahkan menolak sama sekali untuk bekerja sama.
  2. Dalam situasi terburuk, mereka mungkin menolak gagasan-gagasan anda.
  3. Mereka menolak untuk mengubah cara berpikir mereka dan semakin menjadi lebih nyata ketika orang sekelilingnya mendukung semangat itu.
  4. Menghindari kontak mata.
  5. Melakukan diskusi kecil terus menerus tanpa menghiraukan keberadaan anda sebagai fasilitator.  
  6. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengalihkan perhatian dari yang menjadi fokus dalam pertemuan.
  7. Tampak secara fisik menarik diri dari kegiatan diskusi pada pertemuan.
  8. Menunjukkan secara terus menerus berbeda pendapat tentang

pembahasan dalam pertemuan.

  1. Interupsi berulang-ulang
  2. Mengungkapkan rasa frustasi secara langsung atau tidak langsung.

 

 

Tips menghadapi resistensi/penolakan dalam memfasilitasi peserta antara lain:

  1. Cek perasaan semua peserta/seluruh kelompok

Lemparkan pertanyaan kepada seluruh kelompok untuk memperoleh pendapat kelompok tentang masalah yang muncul, misal: “Bagaimana menurut yang lain?”

  1. Pusatkan kembali perhatian

Selalu mengingatkan pokok bahasan, misal: iya Bu Dewi, apa yang disampaikan ibu, saya pikir masalah yang berbeda dengan apa yang sedang kita bahas saat ini boleh disimpan dulu untuk kemudian kita diskusikan?

  1. Gunakan bahasa tubuh

Berdirilah dan berjalan menuju tengah-tengah ruangan, ajak peserta untuk terlibat dengan kontak mata dan mencondongkan badan ke depan.

  1. Gunakan humor yang sepantasnya

Kalau digunakan dengan pantas, humor akan mengurangi ketegangan. Namun harus menghindari bercanda yang membuat orang lain ditertawakan.

  1. Ingatkan akan norma kelompok

Satu hal yang kita sepakati pada awal pertemuan adalah norm kelompok sehingga tidak terjadi diskusi tersendiri. Norma itu harus disepakati oleh seluruh peserta.

  1. Alihkan perhatian

Mengalihkan perhatian agar lebih fokus dapat dilakukan pada peserta yang resisten. Misal: “Bisa minta waktu 2 menit lagi sebelum kita lanjutkan ke kesimpulan?”

  1. Jangan mengabaikan atau menghindar.

Memang sulit untuk menghadapi resistensi ketika kita mendeteksinya. Tetapi, mengabaikan atau menghindar dari resistensi yang ada akan mengacaukan proses-proses selanjutnya. Bukan tidak mungkin akan menghentikan (membubarkan) proses sama sekali.

 

       4.  Keterampilan Fasilitator

          Keterampilan fasilitator merupakan serangkaian kemampuan yang harus dikuasai oleh fasilitator sebelum diterjunkan ke masyarakat.

Keterampilan fasilitator meliputi:

  1. Bertanya

Tugas utama fasilitator adalah bertanya, memancing pengalaman peserta, bukan mengajari. Pertanyaan yang baik akan membuat peserta belajar dari pengalamannya dan menemukan solusi sendiri tanpa merasa digurui dengan cara: 1) Gunakan pertanyaan yang menggali pengalaman peserta didasari rasa ingin tahu; 2) Gunakan jenis pertanyaan terbuka (pertanyaan yang yang jawabannya berupa cerita), misalnya, “Bisa diceritakan, Bu, apa yang dilakukan putranya kalau sedang; 3) Awali dengan pertanyaan mudah yang dapat dijawab langsung berdasarkan keseharian. Biasanya menggunakan kata tanya apa atau bagaimana;  4) Pertanyaan sensitif, fasilitator dapat mengggunakan pertanyaan orang ketiga agar peserta tidak merasa dihakimi atau malu. Contohnya,

“Menurut Ibu, mengapa ada orang yang tidak pernah marah pada anaknya?”; dan 5) Saat peserta terlihat pesimis di tengah diskusi, gunakan pertanyaan untuk mengajak peserta mengingat keberhasilan di masa lalu.

b. Mendengar aktif

Fasilitator tidak hanya berkomunikasi satu arah, melainkan lebih banyak menjadi pendengar. Menjadi pendengar aktif dapat dilakukan dengan cara: 1) Simak perkataan peserta. Tanggapi pembicaraan dengan ekspresi wajah yang sesuai (senyum, prihatin, dan lainnya); 2) Beri tanggapan berupa pertanyaan untuk menggali pengalaman peserta.

Contoh: “Oya?, contohnya bagaimana, Bu?”;  3) Konfirmasi pendapat peserta dengan menyatakannya kembali. Jangan terburu-buru menyimpulkan. Tanyakan apakah pernyataan kita betul; 4) Jangan memotong pembicaraan, kecuali jika topik sudah jauh melenceng. Ajak peserta kembali ke topik dengan sopan. Misalnya: “Wah, menarik sekali, Pak. Mungkin kita lanjutkan kembali nanti, sementara ini kita kembali ke topik awal, Pak.”

 

c. Komunikasi

Hal utama yang dilakukan fasilitator adalah menjalin komunikasi yang baik. Komunikasi dalam memfasilitasi dapat dilakukan dengan cara: 1) Bicara atau bertanya dengan bahasa sederhana tapi jelas; 2) Gunakan kalimat singkat dan langsung ke tujuan. Misalnya: “Bapak, putra Anda yang SMP itu masih sering ngajak ngobrol?”; dan 3) Perkenalkan diri dan hafalkan nama peserta. Supaya bisa menghafal, gunakan saat memanggil dan ulangi dalam kalimat. Misalnya, “Ibu

Bapak, ada yang akan menanggapi pertanyaan ini? Ya, Ibu Asih kan?” (sambil mendekati ibu tersebut untuk memberikan kesempatan menanggapi.

d. Bahasa tubuh

Bahasa tubuh adalah bentuk komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal meliputi: 1) Tatap mata peserta. Jangan bicara sambil melihat lantai, langit-langit, atau kertas catatan; 2) Bergerak secukupnya, misalnya tangan menunjuk pada poster. Jangan gugup, misalnya tangan memainkan spidol, kaki melangkah ke depan ke belakang seperti tanpa tujuan; dan  3) Usahakan setara atau melebur dengan peserta, misalnya duduk sama rendah ketika peserta sedang duduk di lantai berdiskusi dan mengerjakan tugas kelompok

e. Mengarahkan orang

Fasilitator mengarahkan lalu lintas informasi agar peserta mengalami proses pembelajaran yang baik. Mengarahkan orang dapat dilakukan dengan: 1) Pelajari hal yang akan disampaikan agar pembicaraan tidak melenceng dari topic; 2) Dorong semua peserta untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan atau diskusi, terutama peserta yang pendiam. Jangan membiarkan hanya satu atau dua peserta yang mendominasi; dan 3) Gunakan jeda, canda, dan pujian untuk mendorong peserta nyaman berbicara. Jangan mengkritik, mendebat, atau membela diri. Jika diperlukan mendebat atau menyanggah pendapat peserta, upayakan peserta lain juga melakukan.

 

4.  Teknik Mendengarkan dan Bertanya

                       Seorang fasilitator harus menguasai teknik mendengarkan dan bertanya karena akan mempermudah proses perubahan. Beberapa teknik mendengarkan dan bertanya meliputi:

 

a. Membahasakan Kembali (Paraphrasing)

Membahasakan kembali merupakan teknik yang paling penting untuk dipelajari. Paraphrasing membantu pembicara menilai apakah ucapannya ditangkap atau tidak oleh orang lain. ucapannya ditangkap atau tidak oleh orang lain. Teknik ini merupakan dasar dari teknik lainnya. Teknik ini bersifat menenangkan, membuat peserta paham bahwa ucapannya dimengerti orang lain. Terutama digunakan untuk menanggapi jawaban yang berbelit dan membingungkan.

Cara melakukan paraprashing yaitu gunakan kalimat sendiri untuk membahasakan kembali jawaban orang lain. Apabila jawabannya pendek, bahasakan kembali secara pendek. Apabila jawabannya panjang, bahasakan kembali dengan meringkasnya. Awali dengan kalimat seperti:

  • “Tadi Ibu mengatakan,.. “, Sesudahnya, perhatikan reaksi orang itu.

Sertai dengan kata, misalnya, “Apa itu yang Ibu maksud ….”.

  • “ kedengarannya anda tadi mengatakan bahwa…”
  • “ Yang saya tangkap dari pendapat anda adalah …”
  • “ Saya memahami yang dikatakan lebih kurang …”

 

b. Menarik keluar/Menggali lebih jauh (Drawing people out)

Kondisi ini dilakukan, apabila jawaban lawan bicara kurang lengkap, sehingga fasilitator perlu menarik keluar gagasan yang belum dikatakan. Menggali lebih jauh adalah cara mendukung orang supaya menjelaskan lebih lanjut ide atau gagasannya.Teknik ini digunakan apabila lawan bicara mengalami kesulitan  dalam menjelaskan gagasan.

Cara melakukannya yaitu didahului dengan teknik membahasakan kembali (Paraphrasing). Misal:

  • “tadi ibu Dewi mengatakan ……………
  • Lanjutkan dengan pertanyaan terbuka,seperti,”Bisa lebih diperjelas?”
  • Ada juga cara lain. Setelah peserta selesai bicara sambut dengan kata sambung seperti, “Karena…” atau “Jadi,…”

 

c. Memantulkan (Mirroring)

Fasilitator berfungsi sebagai dinding, yang memantulkan katakata peserta. Mengulang apa yang dikatakan orang lain persis seperti yang diucapkan dengan mengulang kembali setiap kata yang diucapkan. Kadang-kadang ini dibutuhkan untuk meyakinkan orang-orang tertentu bahwa mereka betul-betul didengarkan. Tujuannya, meyakinkan peserta bahwa fasilitator mendengarkan ucapannya. Biasanya digunakan bila fasilitator ingin menegaskan bahwa fasilitator tidak memihak. Teknik ini berguna mempercepat diskusi yang lamban sesuai untuk memfasilitasi proses curah pendapat.

Jika pembicara mengatakan satu kalimat, ulangi secara verbatim (persis seperti yang diucapkan). Jika pembicara mengatakan lebih dari satu kalimat, ulangi kata kunci atau kalimat pendek.

Cara melakukan mirroring yaitu apabila peserta mengatakan satu kalimat, ulangi secara verbatim (persis seperti yang diucapkan) atau pantulkan kata demi kata setepat tepatnya. Tidak kurang, tidak lebih.  Jika pembicara mengatakan lebih dari satu kalimat, ulangi kata kunci atau kalimat pendek. Gunakan kata kata peserta, bukan kata kata fasilitator. Apabila peserta berkata dengan menggebu gebu, pantulkan dengan nada bicara tenang, karena yang harus diulang adalah kata-kata peserta bukan suara pembicara. Tujuan utamanya disini untuk membangun kepercayaan peserta.

 

 

d. Mengumpulkan gagasan (Gathering ideas)

          Mengumpulkan gagasan (Gathering Ideas) adalah teknik mendaftar gagasan secara cepat. Mengumpulkan gagasan, bukan membahasnya. Mengumpulkan gagasan adalah keterampilan yang memadukan antara mirroring dan paraphrasing ditambah dengan gerakan-gerakan fisik. Dengan memantulkan ucapan, peserta merasa didengarkan dan mereka akan ikut menyampaikan gagasan secara singkat.

Keterampilan mendengar dan memberikan pengakuan pada pendapat atau gagasan orang dapat mengurangi kecenderungan mereka untuk membela gagasannya. Kumpulkan gagasan dengan memadukan teknik membahasakan kembali. Bahkan agar lebih cepat, gunakan terutama teknik memantulkan (mirroring). Biasanya dalam 3 sampai 5 kata. Jadi, kita lebih mudah menuliskannya di papan tulis.

 

Cara melakukan mengumpulkan gagasan (Gathering ideas) diawali dengan penjelasan tugas secara singkat. Kemudian lakukan curah pendapat. Kumpulkan gagasan sebanyak banyaknya. Tuliskan gagasan para peserta, apapun yang mereka katakan, dengan memakai teknik memantulkan atau teknik membahasakan kembali. Jika para peserta telah merasa cukup, akhiri proses ini lalu berikan penghargaan terhadap semua pandangan peserta. Misalnya : “Dalam 10 menit mendatang, berikan tanggapan pada usulan ini dengan menyebutkan kelebihan dan kekurangannya. Saya minta satu kelebihan lalu satu kekurangan, begitu selanjutnya. Kita akan membuat dua daftar sekaligus.”

 

e. Mengurutkan (Stacking)

Mengurutkan (stacking) adalah semacam teknik menyusun antrian bicara, ketika beberapa orang bermaksud berbicara pada waktu bersamaan. Dengan teknik ini, setiap orang akan mendengarkan tanpa gangguan dari orang yang berebut kesempatan bicara, karena setiap orang tahu gilirannya, tugas fasilitator menjadi lebih ringan.

Cara  melakukan Stacking yaitu fasilitator meminta peserta yang hendak bicara untuk mengangkat tangan lalu mengurutkan giliran yang akan bicara serta mempersilakan peserta untuk bicara ketika tiba gilirannya. Sesudah peserta terakhir selesai bicara, fasilitator memeriksa jika ada peserta lain yang hendak bicara. Jika ada, fasilitator kembali melakukan teknik mengurutkan.

f. Mengembalikan ke jalurnya (Tracking)

Terkadang beberapa pokok-pokok pikiran muncul bersamaan dalam sebuah diskusi. Bayangkan bila ada lima orang yang ingin membicarakan berbagai akibat dari penumpukan sampah. Empat orang ingin  menghitung biaya pengadaan kereta pengangkut sampah. Tiga orang tertarik membahas pemanfaatan sampah menjadi pupuk organik. Dalam situasi seperti ini, mereka perlu dibantu untuk mengikuti semua topik yang sedang dibicarakan. Biasanya orang menganggap bahwa apa yang ia anggap penting seharusnya terpilih menjadi topik diskusi. Pada keadaan ini, fasilitator bertugas mengembalikan diskusi ke jalumya. Teknik ini akan menenangkan orang yang bingung karena gagasannya tidak mendapatkan sambutan dari orang lain.

Cara melakukan tracking antara lain:

  • Mengajak warga untuk kembali pada tema awal.
  • Menyebutkan gagasan yang muncul dalam diskusi
  • Tanyakan pada kelompok untuk memeriksa ketepatannya. Berikut adalah contohnya: “Baiklah, nampaknya ada tiga pembahasan yang sedang berlangsung saat ini. Pembahasan pertama menyangkut akibat akibat penumpukan sampah. Kedua, mengenai peralatan dan kebutuhan biaya. Ketiga, membahas tentang Pemanfaatan sampah. Benarkah demikian?” Biasanya teknik ini membuat orang lebih memahami situasi diskusi. Jika ada yang mencoba menjelaskan bahwa saran dia penting, tunjukkan perhatian. Namun, jangan bersikap pilih kasih. Tanyakan juga pendapat orang yang lain.

 

g. Menguatkan (Encouraging)

          Menguatkan (encouraging) adalah teknik mengajak orang ikut terlibat dalam diskusi, tanpa membuat mereka tersiksa karena terpaksa menjadi pusat perhatian. Dalam diskusi biasanya ada peserta yang hanya duduk dan diam. Diam bukan berarti malas atau tidak mau tahu. mereka merasa kurang terlibat. Dengan sedikit dorongan, temukan sesuatu yang menarik perhatian mereka.  Teknik menguatkan terutama membantu selama tahap awal diskusi, pada saat para peserta masih menyesuaikan diri. Bagi peserta yang lebih terlibat, mereka tidak membutuhkan begitu banyak penguatan untuk berpartisipasi. Misal:          

  • “Siapa lagi yang ingin menyumbangkan gagasan?”
  • “Sudah ada beberapa pendapat dari perempuan, sekarang mari kitadengar pendapat dari laki laki.”
  • “Kita sudah mendengar pendapat Ibu Tini tentang prinsip prinsip umum memilih kepala desa. Adakah yang dapat memberikan contoh tentang pelaksanaan prinsip tersebut?”
  • “Apakah masalah ini dirasakan oleh semua yang hadir di sini?”
  • “Mari kita dengar pendapat dari teman teman yang sementara ini belum berbicara”

 

h. Menyeimbangkan (Balancing)

Jika pembicaraan terjadi dengan beberapa orang, terkadang ada salah satu yang dominan dalam menyampaikan pendapatnya. Orang lain yang diam belum berarti setuju, bisa jadi karena takut tidak disukai atau malas berargumentasi. Pendapat paling kuat dalam suatu diskusi seringkali datang dari orang yang mengusulkan topik diskusi. Mungkin ada sebagian peserta yang mempunyai pendapat lain, tapi belum mau bicara.

Teknik menyeimbangkan membantah anggapan umum bahwa “diam berarti setuju”. Teknik menyeimbangkan gunanya untuk membantu orang yang tidak bicara karena merasa pendapatnya pasti tidak disetujui banyak orang. Dengan teknik menyeimbangkan, fasilitator sebenamya menunjukkan bahwa dalam diskusi orang boleh menyatakan pendapat apapun. Misalnya:

  • “Baiklah, sekarang kita mengetahui pendirian dari tiga orang.
  • Adakah yang lain atau memiliki pendirian berbeda?”
  • “Ada yang punya pandangan lain?”
  • “Apakah kita semua setuju dengan ini?”

 

i. Membuka ruang (Making space)

Teknik membuka ruang adalah teknik membuka kesempatan kepada peserta yang pendiam untuk terlibat dalam diskusi. Dalam setiap diskusi selalu ada yang bicara terus, ada yang jarang bicara. Pada saat diskusi berlangsung cepat, orang pendiam dan yang berpikir lambat mungkin mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri.  Ada orang yang tidak mau berperan banyak, karena tidak ingin dianggap ingin menang sendiri. Ada pula yang ikut dalam diskusi sambil meraba raba apakah ia dapat diterima atau tidak. Banyak juga yang enggan bicara karena menganggap dirinya bodoh. Maka, fasilitator perlu membuka ruang partisipasi.

Cara melakukan membuka ruang (making space), yaitu:

  • Amati peserta diskusi yang pendiam. Perhatikan gerak tubuh atau mimik mukanya, apakah menunjukkan bahwa mereka ada hasrat untuk bicara?
  • Persilakan mereka untuk bicara: “Apakah ada yang hendak Ibu kemukakan?” “Apakah Bapak ingin menambahkan sesuatu?” “Kelihatannya anda mau mengatakan sesuatu?
  • Jika mereka mundur, perlakukan mereka dengan ramah dan segeralah beralih. Tak seorang pun suka dipermainkan. Setiap orang berhak untuk memilih kapan ia berpartisipasi.
  • Jika si pendiam tampaknya ingin bicara, jika perlu, tahan orang lain untuk bicara.

 

  1. Diam sejenak (intentional silence)

  Diam sejenak (intentional silence) adalah berhenti bicara selama beberapa detik. Menunggu sejenak agar si pembicara menemukan apa yang ingin ia katakan. Banyak orang membutuhkan keadaan tenang untuk mengenali pemikiran atau perasaannya. Kadang kadang berhenti bicara beberapa detik sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin berisiko. Ada pula yang diam sejenak untuk menyusun pikirannya. Gunakan teknik ini jika peserta diskusi terialu mudah berbicara. Teknik ini akan mengajak mereka untuk berpikir lebih mendalam.

 

               Cara melakukan diam sejenak (intentional  silence) dengan:

  • Hening selama lima detik tampaknya begitu lama. Banyak orang tak sabar dengan “keheningan” tersebut. Jika fasilitator mampu melakukannya, orang lain pun akan mampu.
  • Tetaplah tenang. Pelihara kontak mata pada pembicara.
  • Jangan berkata apapun. Bahkan tidak juga berdehem atau batuk batuk kecil atau menggaruk dan menggeleng gelengkan kepala. Tetaplah tenang dan berikan perhatian.
  • Jika perlu, angkat tangan untuk memberi isyarat kepada orang agar tidak memecahkan keheningan.

 

k. Menemukan kesamaan pemikiran dasar

Teknik menemukan kesamaan pemikiran dasar terutama berguna ketika peserta diskusi terbelah oleh perbedaan pendapat. Teknik ini dapat memperjelas letak persamaan dan pertentangan pendapat yang terjadi dalam, diskusi. Teknik ini dapat membangkitkan harapan. Membuat peserta tersadar bahwa meski saling bertentangan, mereka memiliki kesamaan tujuan. Untuk hal yang dasar mereka memiliki banyak kesamaan. Misal:

  • Katakan bahwa kita akan merangkum hal hal yang menjadi perbedaan dan persamaan di dalam. kelompok diskusi.
  • Ringkaskan perbedaan perbedaan.
  • Catat aspek aspek dasar yang sama
  • Periksa catatan tersebut bersama peserta.

Referensi:  

 Aris Slamet Widodo, Hasanah Safriyani, Sutrisno. 2018. Teknik Fasilitasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

 

Chang, Richard Y. 1999. Membangun Tim yang Dinamis. Jakarta : PT. Gramedia.

 

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  2019. Modul Teknik Fasilitasi Pelatihan Calon Pelatih (Pcp) Penyelenggaraan Pendidikan Keluarga. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Rianingsih Djohani, Dwi Joko Widyanto, Riza Irfani. 2007. Panduan Untuk Fasilitator Infomobilisasi Teknik Fasilitasi Partisipatif Pendampingan

Masyarakat. Jakarta: Tim Partnerships for e-Prosperity for the Poor (PePP) Bappenas – UNDP

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scroll to Top